Senin, 28 November 2011

Pribadi Allah Dan Tritunggal

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, atribut-atribut Allah yang ditemukan juga dalam makhluk ciptaan (communicable attributes) menekankan kepribadian-Nya, sebab mereka menyatakan diri-Nya sebagai Keberadaan moral dan rasional. Kehidupan Allah menjulang di depan kita dengan jelas dalam Alkitab sebagai kehidupan personal; dan tentu saja sangatlah penting untuk tetap berpegang pada kepribadian Allah, sebab tanpanya tak akan mungkin ada agama dalam arti yang sebenar-benarnya: tidak ada doa, tidak ada persekutuan pribadi, tidak ada kepercayaan yang penuh, tidak ada pengharapan yang benar.

Karena manusia diciptakan serupa dan segambar dengan Allah, kita belajar untuk memahami sesuatu tentang kehidupan pribadi dari Allah yang terpancar dari kepribadian-Nya sebagaimana dapat kita ketahui dalam manusia. Akan tetapi kita harus selalu hati-hati, untuk tidak meletakkan kepribadian manusia sebagai patokan yang dengannya kepribadian Allah harus diukur.
Bentuk asli dari kepribadian tidaklah berada dalam diri manusia tetapi dalam diri Allah: Kepribadian Allah adalah bentuk cetakan awal, sedangkan kepribadian manusia adalah hasil cetakannya. Kepribadian manusia tidaklah persis sama dengan kepribadian Allah, tetapi masih membawa bekas-bekas yang samar dari kepribadian Allah itu.
Kita seharusnya tidak berkata bahwa manusia itu bersifat pribadi, dan Allah itu super-pribadi (satu istilah yang sangat tidak tepat), sebab apa yang super pribadi itu bukanlah pribadi; akan tetapi kita harus mengatakan bahwa apa yang tidak sempurna dalam diri manusia ada dalam kesempurnaan yang tiada terbatas dalam diri Allah. Satu perbedaan mencolok antara keduanya adalah bahwa manusia bersifat uni-personal, sedangkan Allah adalah tri-personal. Dan eksistensi tri-personal ini adalah kepentingan dalam Pribadi Ilahi, dan bukan dalam arti apapun sebagai pilihan dari Allah.
Allah tidak dapat hadir selain dalam keadaan tri-personal itu, posisi ini telah lama sekali diperdebatkan dalam berbagai cara. Sangat umum untuk membantahnya dari pemahaman tentang kepribadian itu sendiri. Shedd mendasarkan argumennya atas kesadaran diri umum dari Allah Tritunggal, sebagai sesuatu yang sangat berbeda dengan kesadaran diri individual secara tertentu dari masing-masing pribadi dari pribadi-pribadi Allah Tritunggal, sebab dalam kesadaran diri, subyek harus tahu bahwa dirinya sendiri adalah obyek, dan harus mengaku bahwa ia memang sedemikian.
Hal ini mungkin dalam diri Allah sebab eksistensinya yang tiga dalam satu. Ia berkata bahwa Allah tidak mungkin melihat pada diri sendiri, berpikir sendiri, dan bersatu sesama sendiri, jika seandainya Ia tidak merupakan tiga pribadi dalam satu kesatuan. Bartlett mengetengahkan dengan satu cara yang menarik, satu jenis pemikiran untuk membuktikan bahwa Allah haruslah tiga pribadi.
Argumentasi kepribadian, paling tidak untuk membuktikan pluralitas dalam diri Allah, dapat ditempatkan seperti ini: Di antara manusia, ego bangkit menjadi kesadaran hanya melalui hubungan dengan apa yang bukan ego. Kepribadian tidaklah tumbuh atau hadir sendirian saja, tetapi hanya dalam hubungan dengan pribadi pribadi yang lain yang setara dalam diri-Nya. Hubungan-Nya dengan makhluk-Nya tidak menghendaki adanya kepribadian-Nya lagi lebih dengan hubungan-hubungan manusia dengan binatang akan menerangkan kepribadiannya.
Dari sudut pandang eksistensi tiga pribadi Allah ada satu kepenuhan tanpa batas dari kehidupan ilahi dalam diri Allah. Paulus membicarakan soal pleroma(kepenuhan) Allah dalam Ef.3:19; dan Kol.1:9; 2:9. Berdasarkan fakta bahwa ada tiga pribadi dalam diri Allah, lebih baik jika kita katakan bahwa Allah adalah pribadi dan sebaliknya kita tidak berkata bahwa Allah sebagai sesuatu pribadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar